Friday, February 6, 2009

Sanpachi ... bukan Sancipak

Dear Jser,

Kalau saya dengar kata Sanpachi, otak saya langsung berputar-putar secara otomatis (tanpa saya suruh) dan kesan pertama yang terlintas adalah 378 alias Sancipak. Kalau anda ingin tahu lebih banyak tentang Sancipak silahkan tanya Kang Andrew (jago Sancipak ..ha..ha..ha.. gua sudah mau di tendang nih :P). Sancipak adalah salah satu pasal dalam KUHP yang dulu (kayanya sekarang sudah tidak berlaku lagi), yaitu pasal 378 yang intinya mengatur tentang tata hukum tentang “Penipuan”, jadi karena pedagang sering bersinggungan dengan dunia tipu menipu maka yang dikuasain cuman pasal itu :P. Walaupun sancipak itu akar katanya dari dialek Cina (orang bisnis di kota) San = 3, Ci / Chik = 7 dan Pak = 8 dan Sanpachi adalah bahasa Jepang, tetapi rupanya akar kata Sanpa itu rupanya sama, yaitu 38. Ngga tahu Ci nya itu apa, apa cicinya si Sanpa .. walahualam. Kalau Wangpa ... itu lain lagi ... itu artinya ngeyel (gua sering dikatain Wangpa sama mantan pacar ....... teganya yah, cuma ngeyel kok dikatain Wangpa :P).

Nah, berbekal beberapa review yang hampir semuanya bilang Sanpachi itu tidak ada duanya, saya dengan hakul yakin bawa mama saya, adik saya, adik ipar (yang kebetulan sedang namu Imlekan ke rumah) dan salah satu bos kecil saya ke Sanpachi. Saya sempat incar2 dan mengunci sasaran dimana saya ketahui Sanpachi buka di Wahid Hasyim sejajar dengan Bakmi Toko Tiga.

Awalnya mama saya tidak yakin, enak tidak nih ? Masa masakan Jepang ? Mie lagi....

Enaaaaak dong ma, masa teman2 di JS bisa salahhh, NGGA MUNGKINNNN !!

Lalu adik saya dan istrinya juga memandang dengan muka tidak percaya ... tapi berhubung gua sudah hakul yakin dan asli jadi komporman (kalau ngga ikut gua kukus pakai kompor gua) maka mereka ikut saja saya bawa ke Sanpachi. Sepanjang perjalanan saya juga sudah promosi, ini restoran mie Jepang yang paling enak se Jakarta. Semua orang sudah bilang .... kalau di Malaysia, mungkin gua sudah jadi sutradara film cicakman2 ---> Komporman. (gua ngga ngerti itu sutradara apa pengen nakut2in istrinya yak ..... milih judul pelem kaya ngga ada binatang yang lebih keren lagi .... kampretman...... tokekman ... atau tokek...man :P...)

Pas sampai ke Sanpachi Wahid Hasyim ... lho.. kok sepi, ngga ada mobil parkir. Satu mobil memandang saya dengan tatapan curiga ...... seperti saya mau jerumusin mereka ngisap bong ... kaya Mike Phelps gitu ...

Wah, gua jadi salting ....... terus tanya ke satpamnya, Sanpachi disini ? Iyah pak, tapi hari minggu kita tutup ... oalaaa ... saya lega dan membalas tatapan curiga tadi dengan tatapan Cyclops (X-man). Hayo, lu pelototin gua gua bakar mata lu pakai laser :P. Lalu atas persetujuan bersama akhirnya diputuskan untuk makan saja di Sanpachi di Melawai, jadi supaya gua ngga sampai malu kalau2 ngga enak maka gua bawa ajah ke pusatnya deh. Walaupun kamome itu sebenarnya mengingatkan saya pada Kagome ...... Kagomenya Inuyasha yang kalau masak makanannya bisa bikin siluman jahat insyaf jadi baik kembali :P ... sangking ngga enaknya.

Nah, setelah meyakinkan kalau Sanpachi di atas Kamome buka, saya langsung meluncur ... lebih tepat menggelinding (bannya) ke Kamome, satu gedung dengan Starbucks Melawai.

Restorannya

Sanpachi ada di lantai 2 dan menuju ke sana sempat saya lihat bahwa huruf kanji Sanpa (38) itu beda dengan huruf kanji 38nya mandarin (CMIIW kalau ada yang ngerti kanji Jepang dan Mandarin ... tapi kalau soal Sancipak ... gua paling jago..ha..ha..ha..).

Ruangan Sanpachi itu kecil, kira-kira 1 lapangan bulutangkis, dimana 1/3nya di isi oleh open kitchen.

Penampilannya memang menyenangkan seperti di Jepang (kaya gua pernah ke Jepang ajah ..ha...ha...ha..) tapi intinya menyenangkan, tetapi meja dan kursinya tidak terlalu bersih, mungkin karena sudah cukup lama dan dindingnya juga sudah kusam di sana sini. Tetapi interior secara umum mendapat nilai 8. Suasana juga ribut dengan kegiatan memasak open kitchen, TV Jepang ... mungkin NHK kali yak ..... yang jelas itu bahasa Jepang TVnya. Untung menunya ngga bahasa Jepang.

Menunya cukup komunikatif dengan gambar segede2 Bagong dan 80 % gambarnya macam2 mie. Intinya mie, kuah dan macam-macam alternatifnya. Akhirnya kita pilih :

Shoyu Ramen, Tonkotsu Ramen, hori hegi Ramen dan yu gyozu (semua dimasak ½ matang seperti disarankan JS-er)

Saya PD banget dengan taste Ramennya dan sempat nantangin ... pesan ajah yang mana ajah, pasti enak kok. Dan sebagai pelengkap saya pesan Yu Gyozu ... kata keren dari Kuo Tie :P. (kalau gua ngga salah yah)

Lalu pas ramennya datang, pertama mama saya punya, 4 lembar rumput laut kering warna hitam yang besar jadi hiasan dengan mie yang agak keriting. Wah, tampangnya menarik nih. Dengan macam2 daun bawang, itu jadi mie untuk mama saya. Lalu adik ipar saya dapat ramen apalah namanya (bodo deh, gua bukan tukang ramen) intinya kaya mie capcai gitu, kuahnya agak kental. Adik saya dan saya pesan Tonkotsu dan kita tidak ada yang pesan Ramen pedasnya karena memang ngga ada yang suka cabe.

Lalu ada yang unik dari pernik2 di meja, dimana ada butir wijen yang cara bukanya agak unik, jadi buka tutupnya yang menghadap atas dan ada putaran di samping di putar2 membuat biji2 wijen keluar. Jujur saja saya tidak tahu apa tujuan menambahkan biji wijen ke ramen, tetapi karena sudah ada di meja dan bukan sambel (dan tidak di charge :P ..ha..ha..) makanya saya tambahin ajah, lalu ada minyak yang warnanya agak2 kemerahan tetapi rasanya bukan cabe dan saya tambahkan juga ke ramen saya pokoknya ada bumbu apa ajah gua tambahin, kecuali cincangan bawang putih yang saya tahu untuk Gyozu. Ramen saya Ton Kot su adalah ramen dengan kaldu babi dan ada Casau.

Kalau bicara casau, sebenarnya saya mengkhayalkan Casiu ... jadi daging babi panggang, dimasukin ramen ... hmmmmmm. Bisa dapat nilai 9 nih ramen, apapun namanya :P. Tapi rupanya nasib menentukan lain, Casau dan casiu walaupun dekat banget (cuma beda a sama i ... tapi rupanya jauuuhhh banget.... beda negara) tapi itu dua makhluk yang berbeda.

Tapiiiiiiii yang datang tuh casau yang ngga di panggang, saya ngga tahu diapain, yang jelas empuk dan cukup enak. Tetapi jauh dari ekspektasi saya. Saya diam ajah, jangan sampai ada yang tahu bahwa saya merasa ramennya kurang enak .... kan gua yang komporin untuk kesini ....gengsi dongggg. Saya juga sempat meminta ramen Cap cai (ha..ha..ha.. gua bener lupa namanya) adik ipar untuk saya coba .... tapi rasanya menurut saya benar2 hambar, tidak ada asinnya cap cai, tidak ada bau hangus kuali ....etc

Tapi ibaratnya gua tuh kompor yang mulai redup karena kecewa, rupanya satu-satu yang makan ibaratnya lemparin karung basah ke kompor yang sudah mulai redup ini.... jadilah komporman gua itu blesss ... mati apinya karena kekurangan oksigen.

Mama saya bilang, wah .... ini mienya sih sayur semua, berapa harganya ? Saya langsung alihkan pembicaraan ... tuh rak bukunya bagus yah, warnanya merahh, kaya di Jepang yaaa. Kalau dia sampai tahu harganyaaaa ... bisa langsung dihabisin mienya ... soalnya sayang, lebih mahal dari mie di warung ha..ha..ha..

Terus adik ipar saya saya tanya, gimana rasanya ..... wah, kalau kamu harapin mie cap cai sih, kayanya ngga bakalan dapat deh. Ini namanya Mie Cap Cai ala Jepang.

Lalu saya coba lihkan perhatian pada Gyoza, hayooo cobain ini ... kuo tie. Rasanya sih lumayan lah, harganya juga reasonable Rp. 20.000.

Lalu ada plus point dimana diberikan air putih gratis dan konyaku :). Ini yang cukup menghibur bos kecil saya yang dari tadi sudah bilang....raya...raya...raya... Raya adalah istilah dua bos kecil saya untuk bilang satu tempat yang tidak dia sukai. Tempatnya raya, makanannya raya ... lain kali dede ngga mau lagi ke sini. Bagus, kalau gitu nanti kamu ngga mau bikin Kumon, papa bawa kamu tiap hari makan disini ...HUH.

Kesimpulan :

Menurut saya mungkin saja makanan disini enak :) dan penilaian JS-er tidak salah, khususnya bagi orang Jepang kalau memang ini authentic Japanese food. Tetapi bagi saya yang lidahnya sudah agak2 oriental dan nJowo, gua butuh yang agak berasa, manis, asin, asap, hangus ..ha..ha..ha.. sudah tahu lah yah ini bukan levelnya fine dining punya lidah :P.

Tetapi kalau saya bandingkan dengan Midori ... saya tetap senang dan cocok dengan Midori dan tidak cocok dengan Sanpachi. Atau kalau mau bandingkan dengan sesama mie, kalau saya bandingkan dengan La Mien ... yah jauh lah. Baik jarak maupun rasanya.

But its okay, nothing wrong with it. Namanya selera memang susah yah :).

salam,

Alfons

1 comment:

Unknown said...

Dalam bahasa Jepang ingat saya, (Belajar di kelas 4 SD tahun 1942), "San" = 3. "Chi" mungkin dari "Hachi" = 8. Angka 38 seingat saya harusnya "san ju hachi". Apapun asal-usul nama restoran ini, rasa produknya, pinjam istilah Mas Bondan Winarno "Mak nyus". Salam. O. Amin Singgih