Saturday, April 19, 2008

Airline di Indonesia, Any Customer Satisfaction Left ??

Airline dan regulator penerbangan Indonesia, kapan bisa melayani dengan profesional ?

Saya mohon maaf kalau terpaksa menulis review kurang baik ini, tetapi sebagai pengguna jasa penerbangan Indonesia yang tingkat keselamatannya termasuk kurang tinggi ini (untuk tidak mengatakan rendah) di dunia saya merasa prihatin dan mengharapkan adanya perubahan pada dunia penerbangan kita, moga-moga ini tidak dianggap angin lalu dan menjadi perhatian pengawas penerbangan kita (kalau masih ada).
Apa mungkin karena penduduk Indonesia sudah kebanyakan, jadi seperti orang kaya saja karena banyak maka nyawa orang sudah dianggap murah dan bisa dihambur-hamburkan. Belum lagi gemasnya melihat jajaran manajemen satu airline yang nyata-nyata HARUS bertanggung jawab atas hilangnya banyak nyawa manusia di Majene TETAPI malahan dengan santai akan menutup perusahaannya serta mem PHK ribuan karyawan ...... GILANYA...... seperti permainan akal-akalan kelas kampung, semudah membuat KTP ganda di beberapa kelurahan yang sudah menjadi rahasia umum di Indonesia
dan karena izin maskapai A miliknya di tutup maka dengan mudahnya ia membuka maskapai dengan nama lain Maskapai E. Kemana sih nurani pemberi izin dan pengawas penerbangan negara kita ..... mana nih orang pemerintah ..... harusnya kan kalau sudah kasus begini parah kalau perlu SELURUH PENGURUS yang bertanggung jawab atas kejadian ini baik langsung ataupun tidak langsung segera di proses ke pengadilan dan DILARANG memiliki maskapai penerbangan atau berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dengan dunia penerbangan. Hal ini akan menjadi shock terapi, mungkin pada awalnya pahit tetapi untuk jangka panjang hal ini akan memperlihatkan bahwa anda di pemerintahan setiap kali ada kecelakaan mengatakan ..... Semua sudah sesuai prosedur.... Semua sudah sesuai prosedur .... semua sudah sesuai prosedur ..... hal ini berulang-ulang sudah kami dengar setiap kali kecelakaan TETAPI ..... lagi-lagi pesawat mengalami kecelakaan ...... tinggal hitung statistik saja, setiap berapa kali insiden pesawat tergelincir ...... akan terjadi insiden yang parah (dan memakan korban jiwa). Kalau begitu sih yang ada dua kemungkinan, pertama sebenarnya prosedurnya tidak dijalankan dengan sempurna dan itu cuma lips service supaya tidak disalahkan jadi berlindung di balik kata-kata semua sudah sesuai prosedur. Kedua .... prosedurnya ngaco .... jadi mau sesuai atau tidak sesuai prosedur kalau tetap banyak kecelakaan tetap dishub dan airline harus bertanggung jawab.

Apakah kita tidak malu untuk kepentingan kita sendiri harus negara asing yang menekan ? Supaya airline di Indonesia menjaga standar keselamatan harus ada tekanan-tekanan dari Uni Eropa yang melarang airline Indonesia terbang kesana, kalau tidak saya cukup yakin sampai hari ini perhatian atas keselamatan penumpang airline tidak akan sebaik hari ini. Saya pribadi tersinggung kalau urusan rumah tangga saya diurusin orang, tetapi kalau memang tidak bisa mengurusi keluarga sampai mengakibatkan orang lain mengalami kerugian, yah mau tidak mau harus introspeksi diri. Berdasarkan data statistik apakah benar bahwa tingkat keselamatan penerbangan di Indonesia lebih rendaah dari tingkat keselamatan penerbangan dunia ? Kalau memang benar, jangan hanya ngotot menuduh orang mau menjajah kita. Wong untuk keselamatan diri kita sendiri sampai orang lain yang harus mengurusi, harusnya kita malu dan membenahi diri.

TIDAK ADA INFORMASI YANG TRANSPARAN DAN TERPERCAYA
Di Airport Indonesia (hampir semua yang saya singgahi selalu saya dapati spanduk yang bunyinya kira-kira seperti ini :
"Jika penerbangan mengalami keterlambatan atau penundaan harap anda memaklumi / bersabar karena gangguan cuaca"

Saya pribadi menempatkan keselamatan dalam prioritas nomor satu dan harusnya regulator dan airline juga demikian. TETAPI mengapa penumpang masih banyak ngamuk main drum di meja petugas airline, marah-marah sampai ludahnya nyembur kemana-mana (bikin umur makin pendek saja). Karena keterlambatan menjadi hal yang BIASA dan bukan terjadi dalam batas yang wajar.
Penumpang tidak percaya kepada informasi yang diberikan baik dari airline maupun regulator karena kurangnya kejujuran dan transparansi. Regulator yang seharusnya bertindak sebagai WASIT YANG ADIL antara penumpang dan airline tidak menjalankan tugasnya dengan benar. Regulator terkesan menjadi "corong/tameng" airline dalam kesalahannya menghadapi penumpang dan terkesan melindungi kesalahan airline. Jadilah industri penerbangan kita carut marut, PERSIS seperti dunia persepakbolaan yang MEMALUKAN karena pengurusnya yang TIDAK TAHU MALU, wasitnya kacau, pemainnya lebih mirip pemain taekwondo daripada pemain bola ...... menyedihkan.

Jika memang pemerintah sebagai badan regulator cukup fair dalam menyampaikan informasi misalnya kalau cuaca di tempat tujuan buruk, buktikan ...... anda perlu mendapatkan kepercayaan penumpang kembali bahwa anda adalah wasit dan BUKAN perpanjangan corong airline. Secara logis, tentunya yang memiliki hubungan lebih baik dan sering dengan regulator adalah pihak airline dan dengan mudah dapat mempengaruhi informasi yang dikeluarkan. Kuncinya adalah bagaimana anda ikuti kata Radja ........ JUJUR, kalau memang airlinenya yang salah dan menyebabkan terlambat ... denda
. Penumpang terlambat yang di tolak check in, tetapi dari kiri kanan ada yang menawarkan tiket pesawat yang sama tetapi atas nama orang lain dan bisa langsung check in...... gila.... gila (kata Gombloh dari surga). Kalau airline yang terlambat ? Mengapa tidak di denda ? Kalau karena cuaca buruk, BUKTIKAN dengan surat tertulis dan data yang akurat, penumpang PASTI bisa terima. Kalau memang salah airline yah memang harus diberi sanksi.

Salah satu contoh yang menurut saya cukup memalukan adalah kejadian salah satu insiden penerbangan yang kebetulan saya dengar di radio Elshinta 7 April 2008. Sr Air Jakarta - Malang dimana puluhan bagasi penumpang tidak terbawa dan pesawatnya tetap terbang dengan penumpang-penumpang tersebut tanpa pemberitahuan sebelumnya. Penumpang ngamuk-ngamuk dan dari Malang mengadu ke Radio Elshinta Jakarta (bayangin kalau ngga bete sampai telepon interlokal begitu), Radio berhasil mengontak Direktur airline dan dari hasil wawancara langsung & press release dikatakan oleh si Direktur kira-kira seperti ini :

<
>>
Dia menjelaskan, jumlah barang bawaan penumpang yang tertunda keberangkatannya sebayak 57 koli seberat 717 kilogram. Dari 122 penumpang Sriwijaya Air, hanya sekitar 53 penumpang yang barang bawaannya tertahan. "Kapasitas bagasi maksimal 1,5 ton tergantung cuaca, temperatur dan jumlah penumpang. Saat itu bagasi sudah kelebihan beban (over load)," jelasnya.

Menurut Yusri, barang bawaan itu diturunkan demi keselamatan dan keamanan penumpang sendiri. Sebab, bila kapasitas bagasi over load dikhawatirkan akan mempengaruhi pesawat saat mendarat. "Beban bagasi bisa menganggu penerbangan," tuturnya.

<>>

Yang menyedihkan dari Press Release di atas adalah :
Dari 122 penumpang, HANYA 53 penumpang yang barang bawaannya tertahan. Jadi
kesannya Sr Air ini berpandangan positif. Ooooooh cuman 53 penumpang yang tertinggal bagasinya, kalian harus bersyukur yooooo. Ngga sampai 122 penumpang yang tak tinggalin bagasinya di Jakarta yoooooo.

Gila man, SATU penumpang saja yang tertinggal bagasi sudah
salah besar, ini sampai 53 penumpang dan dia pakai kata HANYA. Jadi disini kita bisa lihat bagaimana pandangan manajemen terhadap kualitas layanan mereka. Seberapa penting mereka menganggap insiden ini. ....... kepentingan customer ditempatkan di tempat paling bontot yooooooooo.

Saya yang pada awalnya cukup respek terhadap tanggapan positif dari sang Direktur, wah kalau direktur Airline ini sportif dan ksatria, berbuat salah dan Direkturnya bersedia maju bertanggung jawab. Ini contoh perusahaan yang bisa maju belajar dari kesalahan. Tetapi mengikuti wawancara yang terjadi. Makin dengar..... makin napsu (pengen ngamuk). Bukannya meminta maaf atas kesalahan yang sudah diperbuat, pihak airline malahan berdalih bahwa ini "demi keselamatan penumpang" karena temperatur tidak mengizinkan jadi bagasi ditinggal. Semua yang dikatakan kontradiktif (menurut saya yang awam sekalipun) karena :

  • Tidak ada pemberitahuan sebelumnya kepada penumpang, bagaimana kalau ada barang penting di bagasi ?
  • Tidak ada penjelasan TRANSPARAN mengenai apa saja yang dimuat, berapa kapasitas pesawat dan apa saja yang dibawa (ada cargo ??) karena kejadian seperti termasuk langka di dunia. Kalau memang benar karena anomali cuaca, harusnya kasus ini sering terjadi tetapi menurut informasi berikutnya ini pernah terjadi sekali di Heathrow.
  • Kalau alasannya demi keselamatan penumpang dan menjalankan aturan penerbangan Internasional .... JUSTRU terbalik, menurut aturan internasional penumpang harus diangkut bersama dengan bagasinya dan PANTANG memberangkatkan bagasi tanpa penumpang (mungkin untuk mencegah tindakan terorisme).

Harusnya kalau memang membuat salah yah mengaku saja, selesai. Lalu belajar dan buat sistem supaya kesalahan tidak terulang. Daripada muter2 kiri kanan atas bawah, malah menunjukkan ketidaksportivan. Sudah salah tidak mau mengaku.
Tapi mungkin dari sisi lain airline mungkin stress juga di tekan oleh penumpang yang menuntut ganti rugi. Mana sudah jual tiket murah-murah, sekarang malah harus gantiin bagasi lagi. Yah, tergantung manajemen Airline deh, kalau anda berani mendenda diri anda dan anda terkapok2 dengan denda tersebut, artinya anda harus membenahi sistem supaya hal ini tidak terjadi lagi. Tetapi tidak dengan adu otot dengan penumpang, percayalah hal ini akan sangat merugikan reputasi dan bisnis anda di masa depan.

Sebaliknya, ini juga mungkin pujian untuk airline Indonesia GA yang lagi naik daun (hidungnya jangan mekar yah).
Sorenya saya dengar bahwa jalan menuju Bandara MACET TOTAL karena perbaikan jalan tol di Jembatan Tiga. Kemacetan sangat luar biasa sehingga walaupun sudah menyediakan waktu tempuh yang sangat lama tetap terlambat. Pengumuman di Radio Sonora mengatakan :

"Di informasikan bahwa bandara macet total. Bagi penumpang GA yang tertinggal pesawat, harap memberikan tiketnya kepada kantor GA di Bandara dan akan diberangkatkan ke pesawat berikutnya TANPA BIAYA TAMBAHAN APAPUN"

Hmm, ini baru namanya service excellence. Saya sampai dendam kesumat dengan maskapai AA (yang baru dicabut izinnnya) karena saya terlambat 5 menit dari waktu check ini dari Sby - Jkt dan dinyatakan gugur dan tidak bisa check in. Pas saya keluar, saya dekati oleh calo dan ditawari tiket PERSIS pesawat AA yang barusan ditolak check ini tersebut. Meskipun dengan nama orang lain, saya tetap bisa masuk pesawat dan sebagai kompensasinya ... saya harus mengeluarkan extra Rp. 300.000,- (dengan resiko saya tidak di cover asuransi :(, trims untuk bang GP atas pencerahannya). Jadi kira-kira begitulah yang terjadi jika yang menjadi panglima bukan Layanan / Services dan keselamatan yang seharusnya diutamakan oleh airline tetapi UANG.


salam,
Alfons

http://www.detiksurabaya.com/index.php/detailberita.main/y/2008/m/04/d/07/tts/164003/idkanal/475/idnews/919692
http://www.surya.co.id/web/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=40895
http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=26985&kat=Daerah
http://www.elshinta.com/v2003a/readnews.htm?id=48155

No comments: