Tuesday, August 15, 2006

Laporan kunjungan Pontianak 2/2

Dear JSer,



Laporan kunjungan Pontianak 2/2



Pisang Goreng Jakarta di Pontianak

Kalau di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia, Pisang Goreng Pontianak menyerbu dan menginvasi pojok-pojok kota. Bagaimana dengan Pontianak sendiri ??

Salah satu cita-cita saya ke Pontianak adalah mengisi perut dengan Pisang Goreng Pontianak yang biasanya dimakan dengan Srikaya. Tapi karena dapat hotelnya di Kini, jadi cita-cita untuk makan pisang goreng di Hotel Santika ..seperti kata Once … pupus… sudah alias tidak kesampaian. Karena itu, setelah gagal dapat Mie Kepiting di sebelah Ateng Tour dan makan nasi kari “wild shot” (lihat laporan Pontianak ½), saya tertarik dengan ruko di sebelah saya makan nasi kari (seberangan jalan dengan Ateng Tour) disana ada jual pisang goreng. Yang cukup menggelikan adalah judulnya “Pisang Goreng Jakarta” …. Walah…walah, saya ke Pontianak mau makan pisang goreng Pontianak kok malah ditawarin Pisang Goreng Jakarta ?? He..he… rupanya mental import minded masih kuat di benak penjual pisang goreng itu, mungkin dia pikir kalau Jakarta itu melambangkan kemajuan, keren bla..bla..bla, padahal orang Jakarta maunya ke Pontianak untuk cari pisang goreng. (tapi ini ngga manusiawi kok, gua dikasih baju merek terkenal dari luar negeri senang kok …. Kualitasnya bagus yah, keren yaaa… setelah diperiksa labelnya, tulisannya Made in Indonesia :P ..hi..hi..hi..). Kualinya guede banget dan tidak ada yang ngantri …..di “manual” alias menunya tertulis :

- Pisang Goreng (Rp. 4.000,-)
- Pisang Goreng Srikaya (Rp. 5.000,-)
- Pisang Goreng… (sorry lupa) .. bukan Srikere
- Pisang Goreng bla…bla..bla

Saya perhatikan … di bakul pisang yang sudah digoreng, semuanya kok pisang goreng yang masih plain, padahal bayangan saya Pisang Goreng Srikaya itu basah kuyup (lepek) sama Srikaya. Wah kalau begitu pasti dia pisahin Srikaya sama Pisangnya (tapi ngga jauh-jauh pisahinnya… makannya jadi susah nanti :P). Terus otak hemat mulai berjalan. Karena saya sendirian dan sudah mulai keder sama kolesterol akhirnya saya putuskan pesan 4 pisang. 2 plain, 2 Srikaya…. Waktu dikasih benar juga tuh, Srikayanya dipisahkan dari Pisangnya (ngga jauh-jauh dalam kantong yang sama) dan satu pisang Srikaya dapat satu bungkus Srikaya … kalau untuk saya, itu satu bungkus Srikaya bisa untuk 3 pisang (karena cukup besar), jadi saya ngga rugi, dua bungkus Srikaya bisa untuk 6 pisang :P. Total pisang saya (yang bisa dimakan) ada 4 … menurut Bu Lies .. (guru Kumon anak saya :P) Srikayanya lebih.

Mengenai rasanya …. Asal tahu saja, tepung pisgor Jakarta ini tidak mirip / tidak serupa dan tidak sama dengan pisang goreng Tanjung Duren / Kelapa Gading yg pernah saya makan. Gorengan tepungnya itu seperti garing-garingnya Ayam Goreng Suharti, dan yang menakjubkan pisangnya adalah pisang kipas, paling ukurannya 3 X 9 CM (saya beneran pegang penggaris untuk ngukur nih), lalu di keroyok (kaya anak SMU tawuran saja) oleh tepung penuh hu hu hu.
Ukuran tepungnya itu guede, kira-kira kalau kamu lihat kepalanya Edi Brokoli atau Ahmad Albar waktu muda … nah itu pisang segede kepalanya Edi Brokoli, tepungnya segede rambut kribonya. Kalau mau contoh perempuan yg kribo dan lueebarr itu Diana Ross.

Alih-alih nikmat, saya malah jadi enek sama tepungnya (sangking banyaknya) padahal kalau di Jakarta saya selalu minta tepung sisa gorengan dan saya gadoin. Jadi saya cuman makan 2 pisang dan kriboannya… sisanya saya kasih teman yang kelaperan habis ngurusin seminar … temanku sih kam sia-kam sia …

Kalau saya lebih senang namain itu Pisang Kribo Pontianak :P.

Dari segi rasa not recommended, masih lebih enak yang Tg Duren / Kota. Tapi saya pengen cobain yg di Santika, next time I will try pisang goreng dekat Santika.

<<>>

Satu lagi chinese food di Lapangan basket sebrang SMP susteran..saya lupa jalan apa. Yg saya ingat, sup kepitingnya mantap, lebih banyak kepiting ketimbang kuahnya. but then again itu taun 87 ya..saya tidak tau masih ada atau tidak.

Hope it helps
Fitri

<<>>

Wah, saya langsung ingat mantan pacar saya kalau baca email ini. Soalnya di Pontianak kan banyak SMP, banyak susteran, dan harusnya banyak lapangan basket … mana itu tahun 87 lagi … buset dah, ini benar2 petunjuk yang menggiurkan tetapi butuh Sherlock Holmes untuk bisa ketemu. Dulu mantan pacar saya pernah tunjukin jalan ke Bakmi Tan di Mangga Besar VIII, karena dia tidak tahu itu Mangga Besar VIII lalu dia bilang, kamu masuk saja dari Mangga Besar Raya, nanti ketemu perapatan … kalau ngga belok kanan… kamu belok kiri.. nah ketemu deh Bakmi Tan itu … (buset dah…. Ryoga banget nih petunjuk jalannya :P) Red : Ryoga adalah tokoh dalam komik Jepang “Ranma”, pengen tahu ?? Baca saja komiknya.

Berburu Juhi
<<>>
kalau makanan yang enak di ponti sih banyak banget...apalagi kalo suka juhi, coba cari di jalan siam (kira2 15 menitan kalo jalan kaki dari hotel santika) disana surganya juhi tuh.... ada beberapa ruko yang jualan juhi, cuman yang paling enak yang samping yayasan... (saya lupa nama yayasannya, ntar saya check and let you know)

tita
<<>>

Thanks banget untuk infonya Tita. Rupanya Jl. Siam di akses dari Gajah Mada juga :). Ini juga tega, 15 menit dari Hotel Santika ..kemana ?? Akhirnya saya pakai cara paling efisien, minta teman suruh anterin :P. (memangnya ada yang minta musuh anterin). Sesampai di Jl. Siam, saya cuman ketemu 1 toko juhi yang buka (siang jam 2), terus yang ada beberapa itu bukan toko juhinya, tetapi yayasannya. Jadi kalau patokannya yayasan …. Belum tentu ketemu toko juhi, kalau ketemu toko juhi pasti ketemu yayasan :P. Mungkin karena dekat yayasan jadi toko juhinya tidak kenakan pajak PPN 10 % waktu saya beli, pan kalau yayasan tax free (Joko Sembung Bawa Golok lagi nih). Anyway, juhinya harganya Rp. 20.000,- dan dengan pede saya turun ngibrol (“ngibrol” adalah ngibul ngobrol …… tujuannya supaya bisa dapat harga murah) sama encimnya,

Ngibrol dimulai :

Alfons : “Cim, berapa harganya ??”
Encim : “No ban” (ini artinya dua puluh ribu … bukan tidak pakai ban dalam).
Alfons : “Kalau beli banyak kurangin yah” (dengan pede mau beli banyak)
Encim : “Beli belapa” (beli berapa … soalnya pelo, bukan beli kelapa)
Alfons : “5 bungkus”, ce ban yah (sepuluh ribu yah)
Encim : “Itu mah ngga banyak”
Alfons : (sebel…sebel…sebel … tapi ngga berani nunjukin)

“Yah sudah, saya beli 5 deh”

<<> Misi ngibrol gagal total, encim gagal ditaklukkan.

Btw, kalau dulu saya pernah tahu juhi dibuat dari cumi (siapa bilang dari cucut) yang di ketok2 dengan palu di atas meja supaya gepeng, kalau tempat saya beli (nama tokonya “Ngo Hiang Ju Hi Sie”… jangan tanya kenapa namanya begini, tanya saja sama si Encim apa hubungan dia sama Surya Kencana, soalnya saya lagi sebel ngibrolnya gagal) mereka pakai penggilingan seperti penggiling roti / mie. Jadi cuminya (cumi apes … kalau ngga apes dia ngga ketengkep dan dijadikan juhi) dipotong jadi lembaran dan setelah dikeringkan digiling, gilingannya pakai tangan dan gilingnya maju mundur … karena tidak boleh dipaksakan cumi apesnya bisa jadi padat… padahal juhi yang enak itu adalah yang ngga padat. Setelah itu dibmubui, yang saya kerasa banget sih jeruk nipis Pontianak dan beberapa bumbu lain seperti cabe, bawang putih (kalau lidah ngga salah kasih info).



Sesampai di Jakarta, saya jadi bawa 5 bungkus Juhi :P, dapat "partner in crime" kakak ipar saya (yang sedang diet, tetapi karena lihat Juhi dia jadi ingat lautan ... lupa daratan) menghabiskan 1/2 pak Juhi berdua.

Talas Goreng
Saya sebenarnya tidak spesial cari talas goreng, tetapi ini memang merupakan salah satu makanan favorit (memang gila gorengan). Di Jakarta sudah susah cari talas goreng yang bermutu, paling ada di masakan Bangka atau tukang jual Ci Chong Fan dan di Ahyatt (tapi Ahyatt punya pan talas dimsum … bodo, yang penting talas). Ngomong2 talas saya ingat teman saya cewe di SMA (bukan bekas pacar), betisnya gede, ngingatin sama talas (mohon maaf ini beneran teringat dan bukan mengeksploitasi bagian tubuh yang tidak diizinkan) gua ngga berani macam2 sama dia, karena kalau ditendang … bisa patah kali kaki gua.

Tapi talas ogreng Bangka yang saya makan tidak ada yang enak banget, biasanya garing tapi kerass, kalau maksa dan cepat2 gigitnya, bisa-bisa sariawan karena masih keras.

Nah, waktu saya dibawa ke Mie Kepiting Ou Kie (si Tompel Hitam) saya lihat di depannya ada encik2 (bedanya encik dengan encim adalah … kalau encik masih relatif lebih muda dari encim …. Wong huruf “K” kan lebih muda dari huruf “M”, jadi yang sudah tua banget itu namanya Enciz Encizz … berdasarkan EYDm Ejaan Yang Dimatematikkan) jualan Talas goreng, saya langsung pesan 3.
Mienya saya ngga cerita, tapi ada minuman jeruk nipisnya…enakkk banget :), memang jeruknya nipisnya Pontianak itu enak (ibarat peragawati ..lageee…. kapstoknya sudah oke … mau diapain juga keren :P). Talasnya itu seru banget, bentuknya sebesar bola golf (bukan bola basket … kalau segitu gede sih gua ngga makan Mie Kepiting lagi) garing di luar dan dalamnya lembek, dicocol sama bumbu cuka yang mirip2 sama bumbu Ca Kue. Saya sampai pesan 5 untuk bungkus dan saya umpetin di jaket pas ketemu saudara2 yang langsung nyerbu tas saya.

Beset dah … sudah 3 halaman.

Habis itu yah sudah, saya pulang ke Jakarta. Eh ada lagi :

Airport Loungenya Supadio pantas di nobatkan sebagai salah satu Airport Lounge “terjelek” yang pernah saya kunjungi.

Makanannya … snack, kacang. Minumannya Aqua, the, kopi. Kursinya… ngga ada sofa, kursi jati yang kalau duduk harus tegak.. ngga bisa nyender untuk tiduran. Orang merokok dan non smoking dicampur …. Jangan harap ada Coca Cola dkk. So far the best Airport Lounge ada di Balikpapan dan Medan (waktu itu saya bisa main internet gratis di Medan). Yang lain so..so.. saja.
Padahal sama2 El John… tapi standarnya beda. Memang harus ada persaingan supaya konsumen dipuaskan.

Salam dan mohon maaf kalau kepanjangan dan ada salah kata (terutama soal betis talas, tapi saya tidak bermaksud menyinggung fisik … memang benar2 keingat saja).

Salam,
Alfons

No comments: